TheIndonesiaTimes – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tangerang, Polda Banten, berencana menyita aset milik mantan Kepala Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, berinisial AH (50), yang kini berstatus tersangka kasus korupsi dana desa. Penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya memulihkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,3 miliar.
“Kami akan segera menyita aset hasil kejahatan yang dilakukan tersangka, seperti barang mewah berupa perhiasan, jam tangan, dan kendaraan bermotor. Semua barang ini dibeli menggunakan dana desa yang diselewengkan oleh tersangka,” ujar Kompol Arief N Yusuf, Kasatreskrim Polresta Tangerang, dalam keterangannya di Tangerang, Selasa (1/10).
AH, yang menjabat sebagai Kepala Desa Gembong pada periode 2013-2019, ditahan oleh pihak kepolisian setelah terbukti menggunakan dana desa untuk keperluan pribadi. Dana sebesar Rp1,381 miliar dari total penarikan Rp2,447 miliar digunakan untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pembangunan desa, termasuk hiburan malam, belanja barang mewah, dan melunasi utang pribadi.
Modus Operandi Tersangka Modus yang dilakukan oleh AH terbilang canggih. Ia memanipulasi laporan pertanggungjawaban (SPJ) dengan menggunakan kuitansi palsu dan laporan yang di-mark-up. Selain itu, ada pekerjaan proyek desa yang tidak terealisasi atau dikerjakan dengan pengurangan volume, yang berdampak langsung pada kerugian keuangan desa tahun anggaran 2018.
“Sebagian proyek tidak terealisasi, sehingga dana desa yang ditarik pada tahun 2018 sebesar Rp1,381 miliar digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka,” lanjut Arief.
Untuk memperkuat kasus ini, penyidik Polresta Tangerang akan melakukan gelar perkara dengan melibatkan sejumlah saksi. Hal ini diharapkan bisa memberikan gambaran lengkap atas tindak pidana yang dilakukan tersangka serta memperjelas kerugian negara yang diakibatkannya.
Penangkapan dan Hukuman yang Menanti AH ditangkap pada tanggal 16 September 2024 di depan sebuah minimarket di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Penangkapan tersebut dilakukan setelah polisi mengumpulkan cukup bukti terkait penyelewengan dana desa yang dilakukan AH.
Atas perbuatannya, AH dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui UU No. 20 Tahun 2001. Jika terbukti bersalah, AH terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun atau bahkan pidana seumur hidup.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana desa. Penyalahgunaan anggaran desa bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merugikan masyarakat luas yang seharusnya menerima manfaat dari dana tersebut,” pungkas Arief.
Dengan penahanan dan penyitaan aset yang dilakukan oleh pihak kepolisian, diharapkan kasus ini bisa menjadi titik terang bagi pengelolaan dana desa yang lebih baik dan transparan di masa mendatang.