Oleh:
Edward Benedictus Roring
(Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta)
Pernyataan Natalius Pigai yang mendukung alokasi anggaran sebesar 20 triliun untuk Kementerian HAM memiliki dasar yang kuat jika dilihat dari perspektif kebutuhan mendasar untuk memperkuat penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Pigal, sebagai tokoh yang memperjuangkan HAM, menyadari pentingnya anggaran yang besar guna mendukung transformasi aspek HAM di Indonesia yang menghadapi berbagai tantangan, mulai dari akses masyarakat terhadap bantuan serta layanan HAM yang layak. Dalam skala nasional, investasi besar dalam sektor HAM ini memiliki efek strategis yang signifikan bagi kesejahteraan sosial dan keamanan. Dengan adanya anggaran yang memadai, KemenHAM dapat melaksanakan program-program pemajuan HAM yang sudah lama direncanakan, termasuk merevisi regulasi yang sudah usang, meningkatkan pelayanan publik, dan memperkuat perlindungan reformasi HAM di berbagai wilayah di Indonesia.
Dengan anggaran sebesar 20 triliun, KemenHAM dapat membangun fasilitas-fasilitas pelayanan publik berbasis HAM khususnya universitas, rumah sakit dan pusat studi serta kajian strategis lainnya yang berafiliasi dengan HAM sehingga dapat menciptakan indeks masyarakat sadar HAM. Selain itu, Hal ini sejalan dengan pandangan Pigai yang menekankan bahwa anggaran yang besar di KemenHAM bukanlah sebuah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar untuk membangun sistem pemerintahan dan publik yang berlandas pada nilai HAM yang lebih adil dan manusiawi.
Lebih jauh lagi, dukungan Pigai terhadap anggaran ini juga mencerminkan kepekaannya terhadap kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok rentan untuk memperoleh akses pelayanan publik berbasis HAM. Di sisi lain, program penguatan dan penyuluhan atau diseminasi HAM yang didanai oleh anggaran ini dapat membantu meningkatkan kesadaran HAM di masyarakat, sehingga mereka lebih memahami hak dan kewajibannya, serta mampu menghindari pelanggaran HAM yang dapat merugikan mereka di kemudian hari. Menurut Pigai, anggaran ini sangat dibutuhkan karena perlindungan HAM dan akses keadilan merupakan hak dasar setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara. Pigai juga menyadari bahwa anggaran besar ini akan memperkuat kapasitas kemenHAM dalam mengembangkan dan menerapkan
teknologi modern untuk pelayanan HAM yang lebih efisien dan transparan. Penggunaan teknologi untuk digitalisasi layanan publikasi HAM serta sektor-sektor pendidikan yang merupakan pusat studi HAM akan memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan yang mereka butuhkan tanpa proses yang berbelit-belit.
Langkah ini dapat mengurangi birokrasi yang tidak efisien serta mengurangi kesenjangan korupsi yang selama ini kerap menjadi kendala dalam pelayanan publik. Digitalisasi juga akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di kemenHAM, yang berdampak positif terhadap peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pigai meyakini bahwa investasi dalam teknologi ini sejalan dengan kebutuhan modernisasi dan keterbatasan di era digital saat ini, dan tanpa anggaran yang cukup, inovasi semacam ini akan sulit diwujudkan secara optimal.
Secara keseluruhan, pernyataan Pigai terkait anggaran 20 triliun bagi kemenHAM mencerminkan pemahamannya yang mendalam mengenai pentingnya investasi dalam sektor HAM untuk mencapai keadilan sosial. Dukungan anggaran ini tidak hanya memberikan dampak langsung pada peningkatan kapasitas kelembagaan, tetapi juga akan membawa perubahan sistemik yang lebih luas dalam penegakan dan penguatan HAM, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Pigai menegaskan bahwa anggaran besar ini bukan sekedar pengeluaran, melainkan suatu investasi jangka panjang yang terfokus pada kesejahteraan masyarakat, terutama dalam menjamin perlindungan HAM bagi seluruh warga negara. Dengan demikian, alokasi anggaran ini adalah langkah tepat untuk mewujudkan sistem tata kelola pemerintahan dengan dasar HAM yang adil, transparan, dan manusiawi, sebagaimana diharapkan oleh Pigai dan para pemerhati HAM lainnya.