TheIndonesiaTimes – Ribuan hakim di Indonesia menggelar aksi cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024 sebagai bentuk protes terhadap rendahnya kesejahteraan dan kurangnya perlindungan bagi profesi mereka. Gerakan ini diprakarsai oleh Solidaritas Hakim Indonesia dan melibatkan hakim dari berbagai wilayah. Aksi ini digelar untuk mendorong perubahan signifikan dalam kebijakan terkait kesejahteraan hakim, yang dinilai sudah tertinggal selama bertahun-tahun.
Dalam aksi ini, para hakim akan melakukan audiensi dengan sejumlah pihak penting, termasuk Pimpinan Mahkamah Agung, Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), serta Menteri Hukum dan HAM. Audiensi ini dibagi menjadi dua tim yang akan bertemu di dua lokasi berbeda, yakni di Gedung Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM. Aksi ini bertujuan untuk menyampaikan langsung aspirasi terkait perlindungan profesi dan kesejahteraan hakim.
Fauzan Arrasyid, juru bicara Solidaritas Hakim Indonesia, menyatakan bahwa dalam audiensi tersebut para hakim akan membawa tiga tuntutan utama. Pertama, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, yang bertujuan untuk memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan independen bagi profesi hakim. Kedua, mereka mendesak pengesahan RUU Contempt of Court guna melindungi hakim dari penghinaan terhadap pengadilan. Ketiga, penerbitan peraturan pemerintah yang menjamin keamanan fisik dan psikologis bagi hakim dalam menjalankan tugasnya.
“Kami menginginkan adanya perlindungan hukum yang jelas dan tegas agar profesi hakim dapat bekerja dengan aman dan tanpa tekanan,” ujar Fauzan. Ia juga menekankan bahwa kesejahteraan hakim harus ditingkatkan untuk menjaga kualitas peradilan di Indonesia, mengingat beban kerja yang semakin meningkat sementara tunjangan dan gaji tidak mengalami penyesuaian yang memadai sejak tahun 2012.
Aksi cuti bersama ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang dirasakan para hakim selama bertahun-tahun. Para hakim juga mengkritisi gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, serta fasilitas kerja yang kurang memadai seperti rumah dinas dan transportasi. Hal ini membuat banyak hakim kesulitan membawa keluarga mereka ke tempat tugas, terutama di daerah yang jauh dari pusat kota.
Selain itu, para hakim juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap kesehatan mental mereka akibat tekanan kerja yang berat tanpa dukungan yang memadai. “Harapan hidup hakim terus menurun, dan kami khawatir kondisi ini akan berdampak pada kualitas peradilan di Indonesia,” ungkap Fauzan. Solidaritas Hakim Indonesia berharap bahwa gerakan ini dapat memicu perubahan nyata dalam kebijakan pemerintah terkait profesi mereka.
Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat segera merespons tuntutan para hakim, sehingga kesejahteraan dan keamanan mereka sebagai pilar penegakan hukum di Indonesia dapat lebih terjamin.