Janji Palsu Walikota Tangsel!  Proyek TPA Cipeucang Ternyata Hanya Sandiwara Bau Menyengat dan aksi Premanisme Bikin Warga Terancam

Polemik pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang di Kota Tangerang Selatan semakin memanas dengan berbagai tuduhan serius yang muncul. 

Pembangunan yang awalnya direncanakan sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) kini dianggap gagal total dan jauh dari rencana semula. 

Menurut hasil wawancara lapangan wartawan TIT, Iqbal Ajie Saputra, masalah ini tidak hanya terkait dengan ketidaksesuaian rencana pembangunan, tetapi juga melibatkan isu-isu serius seperti bau menyengat dan dugaan premanisme yang mengancam warga.

Pak Suryadi, salah satu warga setempat, mengungkapkan keluhannya tentang bau sampah yang semakin menyengat. 

“Bau menyengat sekali, kalau baunya benar-benar menyengat banget, warga sekeliling TPA sudah melakukan demo,” ujarnya.

Ibu Aminah, warga lainnya, juga menyatakan ketidakpuasan yang sama.

 “Kita mau berontak juga susah, mau manut juga susah, pokoknya no commentlah,” ujarnya dengan nada frustrasi.

Di balik keluhan bau tersebut, muncul informasi mengejutkan tentang keberadaan premanisme di sekitar TPA. 

Pak Suryadi mengungkapkan bahwa ada makelar yang terlibat dalam proyek ini, adanya aksi premanisme  bahkan mengancam warga yang berusaha mengambil plastik dari area TPA. 

“Sebagian warga tidak boleh keluar mengambil plastik,” jelasnya. 

Pengamat tata kota, Trubus Rahardiansyah, menilai pentingnya pengawasan publik terhadap janji-janji yang dibuat oleh Walikota Benyamin. 

Menurutnya, janji-janji tersebut harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar masyarakat dapat memantau realisasinya.

 “Publik seharusnya ikut mengawasi program-program yang dijanjikan Benyamin. Janji-janji itu harus masuk dalam APBD,” katanya.

Trubus juga mengecam kinerja DPRD Tangsel yang dinilainya pasif.

 “DPRD seharusnya bisa menekan pemerintah kota agar segera mengambil tindakan  Lemahnya tidak hanya di Benyamin, tapi juga DPRD yang abai,” ungkapnya.

Lebih jauh, Trubus menekankan bahwa masyarakat yang merasa terancam atau diteror oleh premanisme harus melapor langsung ke Polda atau Bareskrim Polri.

 “Jangan lapor ke Polres, langsung ke Polda atau Bareskrim. Preman-preman yang dibayar oleh kepala daerah mencoba membungkam masyarakat yang memprotes,” tegasnya.

Isu tambahan muncul terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) oleh investor dari China.

 Trubus mengingatkan agar Pemda Banten dan Pemerintah Kota Tangsel berhati-hati dalam menindaklanjuti proyek ini untuk menghindari masalah baru. 

“Solusi jangka panjang adalah political will dari pemerintah daerah dan DPRD untuk menyelesaikan masalah TPA Cipeucang,” tutupnya.

Masalah yang semakin rumit ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan sampah dan keterlibatan premanisme dalam proyek-proyek pemerintah. 

Pasifnya kinerja DPRD Tangsel semakin memperburuk situasi, menunjukkan bahwa ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memastikan kesejahteraan warga dan kepatuhan pada peraturan.