TheIndonesiaTimes – Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menyampaikan kritik tajam terhadap penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini lebih tepat digunakan di sekolah-sekolah dengan fasilitas memadai, namun kurang sesuai untuk diterapkan secara merata di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang minim sumber daya pendidikan.
Hal itu diungkapkan JK dalam acara bedah buku Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan karya Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf M. Effendi, di Jakarta.
JK menyoroti ketidakadilan dalam akses pendidikan yang tercermin dalam perbedaan kualitas antara sekolah elit di kota besar dan sekolah-sekolah di daerah. Ia memberi contoh sekolah swasta yang mematok biaya tinggi dengan fasilitas yang lengkap dan jumlah siswa yang terbatas. “Di sekolah-sekolah elit, dengan bayaran mahal dan kelas yang hanya berisi 20 siswa, tentu bisa merdeka. Tapi di daerah, dengan satu guru untuk 40 siswa dan gaji kecil, bagaimana bisa merdeka?” ujar JK, mempertanyakan efektivitas kebijakan ini di daerah yang kurang maju.
Selain itu, JK juga menyoroti dihilangkannya sistem ranking dalam Kurikulum Merdeka, yang menurutnya berpotensi mengurangi motivasi siswa untuk bersaing secara sehat. Menurutnya, sistem reward and punishment sangat penting dalam dunia yang semakin kompetitif. “Dunia ini penuh persaingan, jadi kita perlu ajarkan anak-anak untuk berjuang sejak dini. Kalau tidak ada ranking, bagaimana mereka bisa termotivasi?” ungkapnya.
JK juga mengkritik penyamarataan kebijakan pendidikan di Indonesia, yang menurutnya tidak mempertimbangkan perbedaan kondisi sosial dan ekonomi di berbagai daerah. Ia menilai, penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional tanpa melihat kondisi daerah dapat membuat ketimpangan pendidikan semakin lebar. “Kurikulum ini mungkin cocok untuk sekolah di kota besar, tapi sangat tidak relevan di daerah terpencil yang kekurangan fasilitas pendidikan,” jelas JK.
Mantan Ketua Umum Palang Merah Indonesia ini juga menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam menerapkan Kurikulum Merdeka, dengan fokus pada daerah yang memang siap secara infrastruktur dan tenaga pengajar. “Tidak bisa disamaratakan. Pendidikan di Jakarta tidak bisa dibandingkan dengan pendidikan di daerah pelosok. Pemerintah harus melihat kondisi lapangan dengan lebih bijak,” ujarnya.
Dengan pernyataan ini, Jusuf Kalla kembali menegaskan pentingnya kebijakan pendidikan yang inklusif dan adil bagi seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya terbatas pada sekolah-sekolah di kota besar. Ia berharap pemerintah dapat memperbaiki pendekatan dalam menerapkan kebijakan pendidikan, agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai daerah.