Daerah  

Kisah Henny Syiariel Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Penyerobotan Tanah di Halmahera Utara

TheIndonesiaTimes – Pada akhir Februari 2023, Ibu Henny Syiariel, seorang wanita lansia berusia 70 tahun, memulai proyek pembangunan pondasi rumah di atas tanah miliknya yang sudah bersertifikat sejak tahun 1998. Tanah seluas 900 m² yang terletak di Desa WKO, Kota Tobelo, Halmahera Utara, menjadi saksi perjuangan hidupnya. Ibu Henny membeli batu kali dan pasir untuk membangun pondasi rumahnya, lalu memasang spanduk yang bertuliskan “Tanah SHM milik Henny Syiariel,” sebagai tanda kepemilikan sah atas tanah tersebut.

Namun, beberapa waktu setelah pemasangan spanduk, Ibu Henny menerima ancaman hukum yang serius. Seorang pengacara yang mewakili pihak Robby Weeflaar datang dengan surat somasi yang menuduh Ibu Henny melakukan penyerobotan lahan. Dalam surat somasi tersebut, tuduhan ini didasarkan pada dugaan bahwa Ibu Henny telah menguasai tanah yang bukan miliknya, meskipun tanah tersebut sudah tercatat sah atas nama Ibu Henny dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.185.

“Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap Ibu Henny. Tanah yang dikuasai oleh beliau sudah sah berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Halmahera Utara,” ujar Dr. Selfianus Laritmas, SH., MH., kuasa hukum Henny Syiariel dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).

Pada 12 Juni 2023, Robby Weeflaar melaporkan Ibu Henny ke Polres Halmahera Utara dengan tuduhan penyerobotan tanah. Laporan ini menjadi dasar penyelidikan lebih lanjut, dan pada 1 Juli 2023, pihak penyidik mengundang Ibu Henny untuk memberikan klarifikasi. “Tuduhan ini sangat tidak relevan. Kami percaya pihak kepolisian seharusnya memeriksa keabsahan bukti yang diajukan oleh pihak pelapor sebelum mengambil langkah hukum lebih lanjut,” kata Selfianus Laritmas.

Pihak kuasa hukum Ibu Henny kemudian mengungkapkan fakta baru yang mengejutkan terkait surat yang menjadi dasar tuduhan tersebut. Ibu Henny menunjukkan bahwa surat tertanggal 3 Mei 2023 yang disertakan dalam laporan polisi tersebut tidak pernah ia tanda tangani, dan dengan tegas membantah adanya hubungan dengan surat tersebut. “Surat itu adalah surat yang dipalsukan. Kami sudah memeriksa dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya pemalsuan dokumen,” jelas Selfianus.

Lebih lanjut, kuasa hukum Ibu Henny mengungkapkan bahwa surat tertanggal 3 Mei 2023 tersebut memiliki sejumlah kejanggalan. Salah satunya adalah adanya tanda tangan nama Lie Tin Siong sebagai saksi dalam surat tersebut. “Padahal, Lie Tin Siong sudah meninggal pada 16 Maret 2007. Ini jelas sebuah kejanggalan besar yang tidak bisa dibiarkan begitu saja,” kata Selfianus dengan tegas.

Selain itu, surat yang seharusnya diterbitkan pada 4 Mei 2023 setelah pemberian surat kuasa, tiba-tiba muncul pada 3 Mei 2023. “Kami menemukan adanya indikasi rekayasa yang disengaja dalam pembuatan surat tersebut. Ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa ada upaya manipulasi yang sistematis,” ungkap Selfianus. Ia menambahkan bahwa surat tersebut juga tidak dilengkapi dengan “watermark notaris” yang seharusnya ada, sebuah prosedur wajib dalam pengajuan surat ke BPN.

Selama proses penyidikan, munculnya surat-surat lain, seperti surat dari Kepala Desa yang diterbitkan pada 5 Mei 2023 dan surat pemberitahuan dari BPN, semakin menambah kecurigaan akan adanya kolusi antara pihak-pihak yang terlibat. “Kami menduga adanya kerjasama antara oknum-oknum di BPN Halmahera Utara dan pihak Polres Halmahera Utara dalam kasus ini,” kata Selfianus.

Proses hukum yang berlangsung pun semakin mencurigakan, karena dalam waktu yang sangat singkat, perkara ini sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Bahkan, dalam waktu hanya satu bulan, Ibu Henny sudah dipanggil tiga kali oleh penyidik. “Keadaan ini sangat tidak wajar. Seharusnya ada proses yang lebih hati-hati sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tambah Selfianus.

Pada 6 Januari 2025, Ibu Henny ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, sebuah keputusan yang sangat mengejutkan pihak kuasa hukum. “Kami merasa keberatan atas penetapan tersangka yang sangat prematur. Surat yang menjadi dasar tuduhan ini belum diuji secara forensik, dan tidak ada arsip yang jelas tentang surat tanggal 5 Mei 2023 yang sah,” ujar Selfianus.

Ibu Henny merasa bahwa dirinya telah menjadi korban dari upaya kriminalisasi yang dirancang oleh pihak-pihak yang berkepentingan. “Kami sudah melakukan mediasi untuk damai, tetapi pihak Robby Weeflaar meminta agar Ibu Henny mengganti kerugian sebesar 500 juta dan meminta maaf selama tujuh hari berturut-turut,” kata Selfianus. Ibu Henny merasa terintimidasi dan khawatir akan keselamatannya, karena dirinya diperlakukan seperti seorang pelaku kejahatan besar.

“Kami mendesak agar proses hukum ini dihentikan karena tuduhan penyerobotan tanah tidak terbukti. Kasus ini menunjukkan adanya dugaan rekayasa yang serius,” tegas Selfianus. Masyarakat berharap agar mafia pertanahan yang terlibat dalam kasus ini segera diusut tuntas, dan keadilan dapat ditegakkan bagi Ibu Henny Syiariel.