The Indonesia Times– Praktek mafia tanah kembali menjadi sorotan. Kali ini, Komang Ani Susana, seorang pemilik sah atas 13 bidang tanah di Desa Medang, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, harus menghadapi perjalanan hukum panjang setelah tanah miliknya direbut secara ilegal oleh PT. Paramount Enterprise International (PT. Paramount) bekerja sama dengan oknum di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Komang Ani Susana membeli tanah tersebut antara 1991-1994 secara sah berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) dan aktif membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 2024.
Namun, tanah-tanah tersebut kini telah dibangun menjadi ruko, perumahan mewah, dan jalan raya Boulevard Gatot Subroto oleh PT. Paramount.
Penguasaan tanah ini dilakukan melalui dugaan rekayasa data di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, di mana lokasi tanah Komang Ani Susana pada peta asli dipindahkan secara sepihak.
Ironisnya, meski kepemilikan tanahnya masih tercatat di tingkat desa, kecamatan, hingga Bapenda Kabupaten Tangerang, penguasaan ilegal terus berlangsung tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang.
Kasus ini mencuat sejak Komang Ani Susana melaporkan perampasan tanahnya pada 2012.
Gelar perkara di Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten mengakui kepemilikan sembilan bidang tanah oleh Komang Ani, namun hasil tersebut diabaikan. PT. Paramount tetap menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang diduga tidak sah.
Komang Ani Susana telah memenangkan dua gugatan hukum yang berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusan terakhir, Mahkamah Agung RI memerintahkan eksekusi atas tanah-tanah tersebut. Namun hingga kini, eksekusi belum juga dilaksanakan dengan alasan adanya permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pihak PT. Paramount.
Menurut aturan hukum, gugatan perlawanan dan PK tidak serta-merta menunda eksekusi, apalagi jika tidak didukung bukti yang relevan.
Namun, upaya sistematis ini justru memperlambat keadilan bagi Komang Ani Susana.Komang Ani Susana telah menyurati berbagai instansi, termasuk Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, untuk meminta keadilan.
Bahkan, Ketua Pengadilan Tinggi Banten telah memberikan rekomendasi agar eksekusi segera dilaksanakan.
Sayangnya, pihak Pengadilan Negeri Tangerang masih menunda tindakan dengan dalih adanya gugatan perlawanan.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi sistem peradilan Indonesia. Ketidakmampuan melaksanakan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap mencerminkan lemahnya perlindungan hukum terhadap hak milik warga negara.
Komang Ani Susana berharap pemerintah dan lembaga peradilan dapat segera menuntaskan kasus ini demi tegaknya keadilan.
Hingga kini, tanah Komang Ani Susana tetap dikuasai secara ilegal.
Sementara itu, ia terus melanjutkan perjuangannya dengan harapan suaranya didengar dan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Apakah negara akan berpihak kepada rakyat kecil atau membiarkan mafia tanah terus berkuasa? Waktu yang akan menjawab.