TheIndonesiaTimes – Pakar hukum agraria Ryan Rudyarta menegaskan pentingnya menunggu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebelum melakukan eksekusi dalam kasus sengketa. Hal ini diperlukan untuk menjamin kepastian hukum dan mencegah kerugian bagi para pihak yang terlibat.
“Para pihak yang terlibat perlu menunggu putusan mencapai inkrah, karena jika bertindak atas dasar putusan yang belum inkrah, maka tidak ada kepastian hukumnya,” ungkap Ryan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Dalam sistem hukum Indonesia, upaya hukum terbagi menjadi dua jenis, yakni upaya hukum biasa seperti banding dan kasasi, serta upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung. Putusan inkrah adalah keputusan yang sudah tidak dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut, sehingga bersifat final dan mengikat.
Menurut Ryan, memastikan putusan inkrah sangat penting, terutama dalam sengketa agraria. Eksekusi yang dilakukan sebelum putusan mencapai inkrah dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, menciptakan konflik baru, serta memicu potensi kerugian materiil dan immateriil.
“Jika masih ada upaya hukum yang diajukan, artinya keputusan itu belum inkrah dan tidak boleh dieksekusi,” tegas Ryan.
Ryan mengangkat kasus sengketa antara PT Hasana Damai Putra (DPG) dengan pihak lain yang mengklaim hak atas objek tanah yang sama. PT Hasana Damai Putra telah memegang sertifikat jual beli yang sah berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Bekasi. Namun, pada 2019, pengadilan yang sama mengeluarkan putusan yang mendukung gugatan pihak lain atas objek tersebut, sehingga menciptakan ketidaksesuaian hukum.
“Menurut saya, perlu ada kejelasan dari putusan yang inkrah terlebih dahulu. Anehnya, pada 2019, muncul putusan berbeda atas objek yang sama,” ungkap Ryan.
Situasi menjadi semakin rumit ketika Pengadilan Negeri Bekasi mengirimkan surat eksekusi meskipun status hukum objek tersebut belum inkrah. Saat ini, PT Hasana Damai Putra masih menunggu hasil peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Ryan menyerukan agar semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Eksekusi yang tergesa-gesa tanpa menunggu putusan inkrah, menurutnya, hanya akan menciptakan ketidakpastian hukum dan potensi kerugian bagi para pihak.
“Tindakan yang dilakukan tanpa mengacu pada keputusan yang inkrah akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan banyak pihak,” kata Ryan.
PT Hasana Damai Putra sendiri menegaskan komitmennya untuk menjalankan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan menjaga transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Perusahaan berusaha melindungi hak konsumen dan pemangku kepentingan lainnya secara profesional.
Ryan menutup pernyataannya dengan harapan bahwa proses hukum yang adil dapat menjadi solusi utama dalam menyelesaikan sengketa tanah di Indonesia. “Kepastian hukum adalah kunci dari keadilan, dan keadilan hanya bisa dicapai jika proses hukum dijalankan dengan benar,” pungkasnya.