TheIndonesiaTimes – NCW, murid kelas 1 SMP Ehipassiko School di BSD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dikeluarkan oleh pihak sekolah. Hal itu membuat Felix Sinaga, ayahnya kesal lantaran pihak sekolah membuat keputusan sepihak.
Menurut Felix, anak perempuannya dikembalikan ke orang tua lantaran terlibat cekcok dengan siswi lainnya di aplikasi WhatsApp.
“Anakku sedih dan murung saja kerjanya di rumah. Dia stres tidak menerima pembelajaran lagi,” kata Felix, Selasa, 6 Agustus 2024, dikutip Tempo.
Menurut Felix, NCW hanya bisa pasrah karena tidak dapat bersekolah untuk mendapat hak layak pendidikan. NCW sudah sepekan lebih hanya bisa belajar di rumah dengan orang tuanya. NCW hanya ingin mendapatkan hak pendidikan yang layak seperti teman sebayanya. “Aku sudah satu minggu tidak sekolah, cuma balajar dari rumah saja,” kata NCW.
NCW mengaku baru pertama kali terlibat cekcok dengan siswi lainnya yang satu angkatan dengannya. Cekcok melalui pesan singkat WhatsApp itu disebabkan kesalahpahaman. “Aku chat dia, nanya apa maksud dia ngomongin aku anak spesial (berkebutuhan khusus). Aku juga akuin aku salah karena agak kasar, tapi saat itu ibunya ikut ngebentak aku,” ujarnya.
Saat ini dia mengaku hanya pasrah dan berharap bisa kembali sekolah seperti teman-teman lainnya. Felix Sinaga mengatakan tak habis pikir dengan pihak sekolah. Apalagi, saat itu anak 11 tahun yang disayanginya dimintai keterangan oleh pihak sekolah tanpa sepengetahuannya.
“Anak saya bercerita soal BAP dan isi sanksi yang harus dia tanda tangani itu. Mereka menyatakan bahwa anak saya akan diberi surat peringatan (SP) pertama. Anak saya mempertanyakan kapan SP-1 akan diberikan dan dijawab gurunya, Putra, besok Selasa (30 Juli),” ungkap Felix.
Dalam BAP, kata dia, tertera setelah diterbitkan SP-1, lalu pada kemudian hari kejadian itu terulang lagi, maka siswa akan dikeluarkan dari sekolah Ehipassiko. “Kami selaku orang tua tentu keberatan dengan isi BAP dan sanksi itu. Pertemuan atau mediasi pun bubar tanpa hasil,” ujarnya.
Bahkan, dia sempat meminta tolong rekannya seorang anggota DPRD Tangsel untuk bertindak sebagai mediator dan memediasi perbedaan pendapat antara orang tua murid dan Ehipassiko School. Namun, proses mediasi gagal.
Saat itu, dia mengaku tidak mengetahui jika sang anak tidak diperbolehkan masuk ke ruang kelas untuk mendapatkan pendidikan yang layak. “Ada hal yang lebih menyakitkan. Ternyata tanpa sepengetahuan kami, anak saya digiring dari kelas ke ruang kepsek oleh wali kelasnya. Di sana anak saya ditahan atau disandera mulai pukul 07.00 hingga 14.00 WIB. Dia disuruh diam dan tidak boleh ke mana-mana. Beruntung ada ketua kelasnya yang bersedia membantu membelikannya air minum. Anak saya dilepaskan dari ruangan itu saat awal pelajaran terakhir yaitu TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi),” ujarnya.
Felix mengaku bingung dengan hukuman yang diterima sang anak yakni dikeluarkan dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran. Padahal sanksi itu tidak ada dalam BAP. Hukuman tersebut diberikan oleh kepala sekolah untuk memaksa orang tua agar tidak melawan atau menolak isi dari BAP.
Pada Kamis, 1 Agustus 2024, Felix menerima surat elektronik (email) dari Ehipassiko School bahwa NCW dikeluarkan dari sekolah dengan kalimat dikembalikan kepada orang tua. “Saya menduga jika N ini menjadi incaran dari kepsek Ehipassiko School agar dikeluarkan dari sekolah karena sebelumnya kami pernah berselisih saat awal penerimaan murid baru di sekolah ini,” ujarnya Felix Sinaga.
Atas perlakuan ini Felix mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). “Saya sempat lapor polisi atas perlakuan sekolah, tapi Polsek Serpong bilang ini bukan wilayah mereka, padahal hanya 300 meter dari polsek,” tegasnya.
Sementara itu, pihak Ehipassiko School belum memberikan keterangan terkait permasalahan tersebut.