Jakarta, The Indonesia Times – Sengkarut penegakan hukum dalam kasus sengketa ahli waris PT. Krama Yudha dengan Arsjad Rasjid cs semakin memanas. Proses hukum yang menyeret warga negara asing asal Singapura, Rozita dan Ery Said, kini memasuki babak baru setelah mereka dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Pada Jumat, 31 Mei 2024, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Heneng Pujadi dan Betsji Siske Manoe memutuskan pailit terhadap Rozita dan Ery dalam kasus PKPU dengan nomor perkara 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST. Putusan ini memicu serangkaian tindakan yang dinilai represif oleh pihak ahli waris, terutama terkait upaya menghalangi aktivitas operasional PT. Krama Yudha.
Damianus Renjaan, kuasa hukum ahli waris pemegang saham PT. Krama Yudha, mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan penghalangan tersebut. “Kami sangat menyayangkan tindakan tersebut. PT. Krama Yudha tidak dinyatakan pailit dan berhak beroperasi di gedung Graha Krama Yudha, yang merupakan kantor resminya. Sangat disayangkan jika orang yang beraktivitas di kantornya sendiri malah dihalangi,” ujar Damianus kepada media, Kamis (15/08) malam.
Damianus juga menanggapi informasi yang menyebut adanya pengurus baru PT. Krama Yudha pasca RUPS pada 6 Agustus 2024. Dalam rapat kreditur pada 12 Agustus 2024 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Presiden Direktur PT. Krama Yudha mengonfirmasi keabsahan RUPS tersebut, yang dilakukan karena jabatan direksi dan komisaris sebelumnya telah berakhir pada 5 Agustus 2024.
“Sebagai pemegang saham yang pailit, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012, Rozita masih memiliki hak untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS. Maka, tidak ada yang salah dengan RUPS yang digelar pada 6 Agustus 2024 yang bertujuan untuk mengangkat direksi dan komisaris baru agar perusahaan tetap berjalan,” jelas Damianus.