Prof. Henry Indraguna Serukan Keadilan Restoratif untuk Kasus Guru Konawe yang Viral

TheIndonesiaTimes – Prof. Henry Indraguna, politisi dari Partai Golkar, menyerukan agar kasus hukum yang menimpa Supriyani, guru honorer asal Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Supriyani ditahan setelah dilaporkan oleh orang tua murid, yang juga seorang anggota Polri, atas tuduhan penganiayaan terhadap anaknya. Kasus ini menjadi viral dan menuai simpati publik karena banyak yang menganggap bahwa Supriyani hanya mencoba mendisiplinkan muridnya.

Henry mengungkapkan bahwa kriminalisasi terhadap guru seperti Supriyani dapat memberikan dampak buruk bagi dunia pendidikan. “Guru adalah ujung tombak pendidikan kita. Langkah tegas kepada Supriyani bisa mengintimidasi guru lain dan mengganggu proses belajar-mengajar,” tegasnya. Ia mendesak aparat hukum untuk tidak gegabah dalam memproses laporan terkait profesi yang begitu esensial bagi bangsa.

Menurut Prof. Henry, restorative justice—atau keadilan restoratif—merupakan solusi yang lebih adil dalam kasus ini, karena dapat menyelesaikan konflik tanpa harus membawa Supriyani ke jalur hukum pidana. Ia menambahkan bahwa pendekatan ini akan mengutamakan dialog dan rekonsiliasi antara pihak-pihak terkait, terutama mengingat bahwa Supriyani adalah seorang ibu dari dua anak yang juga membutuhkan perhatian.

Kejaksaan Negeri Konawe Selatan sempat menahan Supriyani di Lapas Perempuan Kendari selama empat hari. Namun, setelah banyaknya desakan publik dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan pendidik, penahanan Supriyani ditangguhkan. Penangguhan ini disambut baik oleh Prof. Henry yang melihatnya sebagai langkah awal menuju keadilan yang lebih manusiawi.

Dalam pandangan Prof. Henry, tindakan disiplin yang dilakukan Supriyani tidak dapat langsung disamakan dengan tindak kekerasan. Oleh karena itu, ia berharap agar pihak kejaksaan mempertimbangkan kembali kelayakan kasus ini dan fokus pada penyelesaian yang tidak merugikan Supriyani sebagai pendidik. Ia juga menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh mengabaikan keadilan sosial dan kemanusiaan.

Kasus ini turut mendapat perhatian dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang berencana memberi afirmasi kepada Supriyani untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menurut Menteri Abdul Mu’ti, langkah afirmasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak guru dan memastikan mereka dapat menjalankan tugasnya dengan rasa aman.

Henry menyambut baik langkah afirmasi tersebut. Menurutnya, jika Supriyani diangkat menjadi ASN, hal itu akan membantu meningkatkan stabilitas ekonomi keluarganya, yang selama ini bergantung pada penghasilan suaminya sebagai petani. Dengan penghasilan yang lebih baik, Supriyani bisa lebih fokus dalam menjalankan peran sebagai guru tanpa harus khawatir akan tekanan ekonomi.

Di sisi lain, Prof. Henry juga meminta perhatian lebih dari masyarakat terhadap profesi guru yang selama ini banyak menghadapi tantangan, baik dari segi kesejahteraan maupun perlindungan hukum. Ia berharap kasus Supriyani ini menjadi pembelajaran agar guru-guru di Indonesia dilindungi dari upaya kriminalisasi yang merugikan.

Kasus ini kembali menyoroti kondisi guru honorer di Indonesia, yang masih sering menghadapi risiko rendahnya perlindungan hukum. Henry berpendapat bahwa kasus seperti ini perlu ditangani dengan kebijakan yang berpihak pada dunia pendidikan dan tidak merugikan posisi guru di sekolah.

Sebagai penutup, Prof. Henry menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan keadilan bagi guru di Indonesia. Menurutnya, keadilan tidak hanya soal menjatuhkan hukuman, tetapi juga soal memberikan hak yang sesuai bagi mereka yang bekerja keras mendidik generasi bangsa.