TheIndonesiaTimes – Sengketa tanah di kawasan Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, kembali memanas setelah Komang Ani Susana melaporkan dugaan pemalsuan dokumen terkait hak tanah miliknya. Laporan tersebut kini tengah ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Berdasarkan laporan polisi nomor LP/137/II/2017 yang diajukan pada 8 Februari 2017, Komang menduga ada pelanggaran Pasal 263 dan Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pemalsuan dokumen dan pemberian keterangan palsu.
Menurut Komang, tanah yang telah ia bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)-nya sejak 1991 kini telah berubah menjadi deretan ruko tanpa persetujuannya.
Ia mengungkapkan bahwa tanah miliknya digeser dalam dokumen resmi sehingga kini menjadi bagian dari properti yang dikembangkan oleh pihak ketiga.
“Selama 33 tahun saya membayar pajak tanpa putus, tapi tanah saya justru dikuasai pihak lain, dibangun ruko, dan dijual ke orang lain. Ini sangat merugikan saya sebagai warga negara,” ungkap Komang saat ditemui pada Kamis (12/12/2024).
Mediasi Gagal, Konflik Memuncak
Permasalahan ini sebenarnya telah dimediasi pada 2012, namun tidak menemukan titik temu. Komang menuding bahwa setelah mediasi gagal, pihak lain justru membuat Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah tersebut tanpa sepengetahuannya.
“Saya memiliki bukti kuat, termasuk peta rincik tahun 1987 dan pembayaran pajak yang konsisten. Tapi tanah saya malah disertifikatkan atas nama pengembang. Ini jelas tidak adil,” tambahnya.
Bareskrim dan BPN Turun Tangan
Tim dari Bareskrim dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) turun langsung ke lokasi untuk memeriksa fisik tanah dan mencocokkan dokumen yang ada. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang juga diminta hadir untuk memberikan keterangan terkait keabsahan data.
“Hari ini pengecekan dilakukan oleh Bareskrim dan BPN. Saya hanya ingin proses hukum berjalan adil tanpa memihak. Jika memang ada unsur pidana, mohon segera diusut tuntas,” kata Komang dengan tegas.
Harapan Publik pada Penegakan Hukum
Kasus ini mendapat sorotan luas dari masyarakat, terutama di tengah meningkatnya isu mafia tanah yang kerap merugikan warga kecil.
Jika terbukti bersalah, pelaku dapat diancam hukuman enam tahun penjara sesuai Pasal 263 KUHP dan hukuman tambahan berdasarkan Pasal 266 KUHP.
Komang berharap kasusnya menjadi pelajaran penting bagi pihak berwenang untuk menegakkan hukum dengan adil, tanpa memandang status sosial pelaku.
“Saya hanya ingin keadilan. Jangan sampai hak rakyat kecil dirampas demi keuntungan para konglomerat,” tutupnya.
Kini, publik menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa kasus ini diselesaikan dengan profesional dan transparan.