Jakarta, TheIndonesiaTimes – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Simanjuntak, mempersilakan pihak mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) melaporkan dugaan aliran dana Kementerian Pertanian (Kementan) ke Green House di Kepulauan Seribu yang diduga milik pimpinan partai.
“Pada dasarnya setiap tindak pidana yang dilaporkan akan ditindaklanjuti. Silakan jika pihak Pak SYL atau pengacaranya memiliki data atau informasi terkait aset, baik itu di Kepulauan Seribu, rumah kaca, dan sebagainya, silakan dilaporkan,” ucap Meyer setelah sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024), seperti dilansir Antara.
Meyer menegaskan bahwa Indonesia memiliki lembaga penegak hukum yang bisa memproses dugaan tersebut. Menurutnya, hal ini dilakukan agar asumsi tersebut tidak menjadi isu liar tanpa validasi.
“Silakan itu dibuktikan dan dilaporkan, supaya tidak menjadi bola panas atau bola liar. Kami menghargai jika memang ada informasi tersebut, tentu siapa pun yang terlibat akan didalami dan harus siap mengikuti proses hukum selanjutnya. Kami menunggu,” tambahnya.
Penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, secara tiba-tiba menyinggung soal Green House di Kepulauan Seribu yang diduga milik pimpinan partai tertentu. Ia menduga ada aliran dana dari Kementan untuk pembangunan rumah kaca tersebut.
“Ada permohonan Green House di Kepulauan Seribu, yaitu milik pimpinan partai tertentu yang diduga menggunakan dana dari Kementan, dan ada banyak hal lainnya,” ujar Koedoeboen di akhir sidang pembacaan tuntutan ketika diminta majelis hakim menanggapi tuntutan jaksa.
Menurut Koedoeboen, dugaan korupsi di Kementan bukan hanya perkara yang melibatkan SYL yang saat ini sedang diproses di pengadilan. Ia juga meminta jaksa KPK untuk mengusut seseorang bernama Hanan Supangkat.
“Siapa itu Hanan Supangkat? Tolong itu juga menjadi perhatian bagi rekan-rekan (jaksa KPK), ada prinsip kesetaraan di sini, ada persamaan di hadapan hukum. Jangan sampai ada kesan seolah-olah ada tebang pilih dalam proses penegakan hukum di republik yang kita cintai ini,” tegasnya.
SYL dituntut hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan. Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan tambahan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menyatakan SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.