TheIndonesiaTimes – Sidang Praperadilan nomor 1/Pid.Pra/2025/PN Tob yang diajukan oleh Henny Syariel di Pengadilan Negeri Tobelo telah memasuki tahap kesimpulan. Putusan mengenai perkara ini dibacakan pada Senin, 10 Februari 2025, oleh Hakim Pengadilan Negeri Tobelo.
Kuasa hukum Henny Syariel, Dr. Selfianus Laritmas, SH.MH, mengungkapkan sejumlah fakta yang ditemukan dalam persidangan. Bukti surat yang diajukan oleh Polres Halmahera Utara sebagai Termohon menunjukkan adanya kesalahan administrasi terkait dengan penggunaan surat palsu dalam proses penyidikan terhadap Henny Syariel.
“Surat palsu yang dipermasalahkan dalam kasus ini seharusnya tertanggal 03 Mei 2023, bukan 03 Mei 2024 seperti yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Kesalahan ini, merupakan cacat hukum yang fatal karena bisa mempengaruhi keabsahan proses hukum yang sedang berlangsung,” ujar Selfianus, dalam keterangnnya, Minggu (9/2/2025).
Lebih lanjut, Selfianus menyampaikan bahwa Polres Halmahera Utara juga menggunakan keterangan ahli yang tidak sah. Keterangan ahli pidana yang diberikan oleh Dr. Michael Barama, SH, MH, pada 03 Januari 2025 ternyata tidak valid karena penyidik Naharudin, SH, yang seharusnya melakukan pemeriksaan, justru berada di Jakarta pada tanggal tersebut.
Masalah semakin rumit karena tidak adanya hasil pengujian dari Laboratorium Forensik (Labfor) yang menguji keaslian surat tertanggal 03 Mei 2023.
“Tanpa adanya verifikasi keaslian surat tersebut, maka bukti utama yang digunakan untuk menetapkan Henny Syariel sebagai tersangka menjadi tidak sah,” terang Selfianus.
Menurut Dr. Elstonsius Banjo, SH, MH, ahli pidana dari Universitas Halmahera, surat tertanggal 03 Mei 2023 adalah bukti primer yang harus diuji keasliannya sebelum dapat digunakan dalam penyidikan. Tanpa adanya pengujian Labfor, bukti ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lebih lanjut, Selfianus Laritmas menjelaskan bahwa surat tertanggal 03 Mei 2023 harus diuji di laboratorium forensik untuk memastikan keasliannya, terutama karena tanda tangan yang tertera pada surat tersebut berasal dari seseorang yang sudah meninggal. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa surat tersebut tidak bisa diterima sebagai bukti sah.
Selanjutnya, Selfianus menegaskan bahwa jika bukti primer (surat tertanggal 03 Mei 2023) telah gugur, maka bukti lainnya yang bergantung padanya juga harus dinyatakan tidak sah. Dalam hal ini, penetapan tersangka terhadap Henny Syariel harus dibatalkan karena tidak didukung oleh bukti yang sah.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami selaku kuasa hukum mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar dapat membatalkan status tersangka terhadap klien kami Henny Syariel. Putusan praperadilan ini sangat penting untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa proses hukum tidak dilaksanakan dengan cara yang sewenang-wenang,” tegasnya.
Mengakhiri keterangannya, Selfianus Laritmas berharap agar hakim memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya. Menurutnya, keputusan yang adil akan memastikan bahwa hak-hak kliennya sebagai warga negara dilindungi dan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan yang sebenarnya.