Kuliner

Tempe, Kopi, dan Semangat Hijau dari Bali: Kolaborasi BRCA untuk Kuliner Berkelanjutan

Reporter : Rico
Belilah dari petani lokal, bantu mereka berkembang. Dari sanalah keberlanjutan dimulai. Foto Ami

TheIndonesiaTimes - Terik siang di Art Café Bumbu Bali tak menghalangi semangat puluhan pelaku kuliner yang berkumpul dalam acara Bali Restaurant & Café Association (BRCA) Gathering bertema “Celebrating Food & Sustainability”.

Acara ini menjadi ruang berbagi kisah tentang bagaimana makanan dapat menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: WNA Jerman dan Belanda Selundupkan 594 Butir Ekstasi Lewat Kaleng Permen

“Orang datang ke Bangkok atau Singapura untuk kuliner. Kami ingin orang datang ke Bali untuk alasan yang sama,” ujar Dean Keddell, pendiri BRCA sekaligus pemilik restoran ternama di Seminyak.

Didirikan saat pandemi, BRCA kini menaungi hampir 40 anggota dan menargetkan 100 anggota pada 2026. Bagi Keddell, keberlanjutan tak berhenti pada daur ulang, tetapi berawal dari relasi manusia. “Belilah dari petani lokal, bantu mereka berkembang. Dari sanalah keberlanjutan dimulai,” katanya, Rabu (22/10/2025).

Bersama EcoTourism Bali, BRCA tengah menyiapkan label ramah lingkungan untuk memudahkan wisatawan mengenali restoran yang peduli pada bumi. “Ini bukan sekadar gerakan bisnis, melainkan gerakan komunitas,” tambahnya.

Dari Tempe ke Dunia: Inovasi Benny Santoso Lewat Tempeman

Bagi Benny Santoso, pendiri Tempeman, tempe bukan sekadar makanan tradisional, tapi simbol kreativitas Indonesia. “Di Jawa, tempe dianggap biasa. Tapi di Bali, dengan lingkup internasional, tempe bisa dilihat seperti berlian,” katanya.

Lulusan Politeknik Nusa Dua Bali ini mendirikan Tempeman pada 2016 dengan visi memperkenalkan tempe ke dunia lewat kreasi unik seperti smoked tempe, gelato tempe, hingga pizza tempe.

“Kedelai lokal kami pilih meski lebih mahal, karena kami ingin memberdayakan petani Indonesia,” ujarnya. Produksi dilakukan manual oleh 20 pekerja dari Bali, Flores, dan Jawa. Ia juga membuka kelas memasak dan magang agar masyarakat—termasuk warga asing—belajar langsung tentang fermentasi khas Indonesia.

“Indonesia punya iklim sempurna untuk fermentasi. Itu keunggulan yang belum tentu dimiliki negara lain,” tegas Benny.

Dari Cangkir Kopi: Shae Macnamara dan Eksperimen Hijau Expat Roasters

Baca juga: Pabrik WN Rusia di Tahura Bali Bongkar Jejak Mafia Tanah

Shae Macnamara, pendiri Expat Roasters, membawa misi memperkenalkan kopi Indonesia ke dunia dengan sentuhan khas Bali: santai tapi berkelas. Setelah meninggalkan karier korporatnya di Coca-Cola Amatil, Shae mendirikan Expat Roasters pada 2015.

“Kami ingin menciptakan brand yang merepresentasikan gaya hidup Bali—berstandar tinggi, tapi tetap hangat dan ramah,” ujarnya.

Expat Roasters kini dikenal karena praktik berkelanjutan—mengirim kopi menggunakan kaleng isi ulang dua kilogram yang dibersihkan dan dipakai kembali. “Sederhana, tapi dampaknya besar,” kata Shae.

Tak hanya itu, ia bekerja langsung dengan petani di Kintamani, Jawa Barat, dan Flores untuk memastikan praktik ramah lingkungan. Ampas kopi bahkan diolah menjadi vegan leather dan pupuk alami.

“Keberlanjutan itu perjalanan dua arah. Kami belajar dari petani, dan mereka juga belajar dari kami,” tambahnya.

Baca juga: Helikopter Bawa Wisatawan Jatuh di Bali, Raffi Ahmad Pernah Ikut Promosi

Satu Visi, Banyak Rasa: Bali Menuju Ekosistem Kuliner Hijau

Bagi BRCA, keberlanjutan bukan tren sesaat, melainkan gaya hidup baru di Bali. “Setiap minggu, lakukan sedikit perubahan,” pesan salah satu pendiri. “Sedikit demi sedikit, Bali bisa jadi contoh bagi dunia.”

Dari tempe hingga espresso, dari dapur kecil hingga restoran besar—semua bergerak ke arah yang sama: menjaga bumi sambil merayakan rasa.

 

Jurnalis: Ami

Editor : Rico

Nasional
Berita Populer
Berita Terbaru