TheIndonesiaTimes - Industri fintech lending kembali tercoreng. PT Investree Radika Jaya (Investree) resmi masuk dalam daftar skandal terbesar sektor jasa keuangan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kerugian masyarakat mencapai Rp2,7 triliun akibat dugaan pengelolaan dana ilegal.
Adrian Gunadi, mantan Direktur Utama Investree, akhirnya ditangkap usai sempat buron dan masuk red notice Interpol. Ia diduga kuat melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin sekaligus menyalahgunakan dana tidak sesuai perjanjian.
Dalam konferensi pers di Gedung 600, Tangerang, Jumat (26/9/2025), Adrian diperlihatkan ke publik dengan mengenakan rompi tahanan oranye sebelum digiring kembali oleh petugas.
“OJK bersama Polri serta kementerian dan lembaga terkait telah memulangkan dan menahan saudara AAG, mantan Direktur Investree, yang diduga melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin,” ujar Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Pendidikan OJK, Yuliana.
Menurut OJK, penyidik tengah menyiapkan pasal berlapis. Adrian dijerat Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang P2SK, dengan ancaman pidana 5–10 tahun penjara.
Skandal ini kian mencengangkan karena saat berstatus tersangka, Adrian justru tercatat menjabat CEO JTA Holding Qatar, bagian dari JTA International Investment Holding berbasis di Singapura. Dalam situs resminya, ia dipromosikan sebagai “operator global dan wirausahawan berpengalaman.”
Perusahaan afiliasinya, JTA Investree Doha Consultancy, diketahui bergerak di bidang teknologi pinjaman digital dan berbasis di Qatar. Entitas ini menyasar pasar keuangan di Timur Tengah, Asia, hingga Afrika.
Kasus Investree menjadi peringatan keras bagi industri fintech di Indonesia. Kepatuhan terhadap regulasi perizinan dan transparansi pengelolaan dana dinilai mutlak, agar kepercayaan publik tidak runtuh akibat praktik ilegal segelintir pelaku.