TheIndonesiaTimes -Bertepatan dengan peringatan Hari Migran Sedunia, Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI) menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Direktorat Jenderal Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) RI. Kolaborasi ini diarahkan untuk memperkuat perlindungan hak pekerja Indonesia, khususnya pekerja migran, melalui kebijakan yang lebih terukur dan berdampak.
Perjanjian tersebut ditandatangani Direktur Eksekutif Yayasan IJMI, Try Harysantoso, dan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Dr. Harniati. Kerja sama mencakup pengembangan kebijakan pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), penguatan kesadaran HAM di tingkat desa, serta pemajuan agenda bisnis dan HAM.
Penandatanganan disaksikan Direktur Penyusunan dan Evaluasi Instrumen HAM KemenHAM, Sofia Alatas, serta Tenaga Ahli KemenHAM Bidang Instrumen Internasional HAM, Martinus Gabriel Goa. Keterlibatan para pemangku kepentingan ini menegaskan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam perlindungan pekerja migran.
Try Harysantoso menyatakan, momentum Hari Migran Sedunia menjadi pengingat perlunya sinergi negara dan masyarakat sipil untuk memastikan perlindungan HAM yang sistematis dan berkelanjutan. "Kerja sama ini merupakan bentuk apresiasi atas komitmen KemenHAM dalam memenuhi, melindungi, dan menghormati hak pekerja migran, termasuk mereka yang berada dalam kondisi rentan", tegas Try, Kamis (18/12/2025).
Sofia Alatas menegaskan bahwa penegakan HAM harus diwujudkan dalam rasa aman dan penghormatan terhadap martabat pekerja migran. Ia menilai kolaborasi ini diharapkan memperkuat upaya pencegahan, penanganan, hingga pemulihan bagi pekerja migran, agar kebijakan tidak berhenti pada tataran normatif.
Sementara itu, Martinus Gabriel Goa menjelaskan, realisasi kerja sama akan difokuskan pada pengembangan kebijakan anti-TPPO sebagai usulan undang-undang, bantuan teknis program desa sadar HAM, serta penyusunan pedoman dan peningkatan kapasitas di bidang bisnis dan HAM.
Data global menunjukkan skala persoalan yang masih besar. Sekitar 50 juta orang di dunia menjadi korban perbudakan modern, dengan 28 juta di antaranya mengalami kerja paksa dan 22 juta terjebak dalam pernikahan paksa. Di Indonesia, sekitar 16,5 juta masyarakat hidup dalam kemiskinan yang berkaitan dengan kerja paksa dan praktik perbudakan modern.
Melalui kerja sama ini, IJMI dan KemenHAM bersepakat meningkatkan koordinasi, sosialisasi hukum, serta mekanisme pendampingan bagi pekerja migran yang menghadapi persoalan legal dan administratif. Perlindungan juga ditegaskan mencakup pekerja migran yang berangkat tanpa dokumen resmi.
Try menambahkan, jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) terus meningkat, dengan hampir 300 ribu penempatan sepanjang 2024, terutama di sektor jasa dan domestik yang rawan pelanggaran. Peningkatan ini, kata dia, beriringan dengan lonjakan risiko TPPO, terlihat dari data awal 2025 ketika Polri menangani 609 kasus dengan 1.503 korban hanya dalam tiga bulan pertama.
Acara penandatanganan turut dihadiri perwakilan jaringan komunitas anti-TPPO. Kehadiran mereka mencerminkan dukungan luas terhadap penguatan ekosistem perlindungan pekerja migran. IJMI pun menegaskan komitmennya untuk terus mengajak lintas sektor membangun sistem perlindungan migran yang tangguh, inklusif, dan berlandaskan nilai kemanusiaan.