TheIndonesiaTimes - Ketegangan hubungan antara bupati dan wakil bupati kembali menyeruak ke ruang publik. Kondisi ini memicu keprihatinan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Mohammad Toha, yang menilai konflik terbuka antarpemimpin daerah berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan sekaligus merugikan masyarakat.

Menurut Toha, kasus di Jember dan Sidoarjo hanyalah contoh terbaru dari buruknya relasi politik pasca pilkada. Di Jember, Wakil Bupati Djoko Susanto melaporkan Bupati Muhammad Fawait ke KPK atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Sementara di Sidoarjo, Wakil Bupati Mimik Idayana mengaku tersisih dari proses pengambilan keputusan strategis, termasuk penentuan kepala dinas.

“Banyak pejabat daerah akhirnya ikut terbelah, ada yang mendukung bupati, ada pula yang memihak wakilnya. Situasi ini jelas tidak sehat karena menciptakan kasak-kusuk birokrasi dan membuat pelayanan publik tersendat,” ujar Toha, Senin (29/9/2025).

Ia menekankan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki kewenangan melakukan pembinaan, pengawasan, bahkan memberi sanksi administratif kepada kepala daerah yang melanggar aturan. Hal itu diatur dalam regulasi tentang penilaian kinerja ASN dan sistem merit.

Jika konflik terus berlanjut, Toha mendorong Kemendagri untuk segera mengambil langkah tegas. “Sanksi teguran, peringatan, hingga perbaikan kebijakan bisa diterapkan agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan,” katanya.

Lebih jauh, Toha menilai kunci harmonisasi pemerintahan daerah terletak pada komunikasi dan koordinasi antara kepala daerah dan wakilnya. “Mereka harus duduk bersama, membuka ruang dialog, serta mengambil kebijakan yang sejalan. Kalau tidak, yang bingung dan jadi korban adalah rakyat,” pungkasnya.