Kesehatan

Lebih dari 25 Juta Kasus: Hepatitis Jadi Epidemi Tersembunyi di Tanah Air

Reporter : Rico
Kebanyakan pasien datang ketika sudah mengalami komplikasi. Hepatitis kronis bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala. Foto ist

TheIndonesiaTimes - Hepatitis masih menjadi epidemi senyap di Indonesia. Banyak masyarakat hidup tanpa menyadari bahwa virus telah menyerang hati mereka selama bertahun-tahun. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sekitar 28 juta penduduk Indonesia diperkirakan terinfeksi hepatitis B atau C, namun hanya sekitar 10% yang telah terdiagnosis.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut hepatitis sebagai silent epidemic, karena sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala hingga memasuki fase lanjut, seperti sirosis atau kanker hati.

dr. Ahmar Abyadh, Sp.PD-KGEH, FINASIM, M.Kes, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi Primaya Hospital Bekasi Barat, mengatakan bahwa banyak anak membawa virus sejak lahir tanpa gejala.

“Anak-anak, terutama bayi, bisa terinfeksi hepatitis B sejak lahir dan tidak menunjukkan gejala sama sekali. Karena itu, deteksi dini melalui tes darah sangat penting,” ujarnya, Minggu (2/11/2025).

Menurut dr. Ahmar, hepatitis pada anak sering tak disadari karena gejalanya mirip penyakit ringan. Akibatnya, pasien baru datang ke rumah sakit saat fungsi hati sudah terganggu.

“Kebanyakan pasien datang ketika sudah mengalami komplikasi. Hepatitis kronis bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala,” katanya.

Di Indonesia, hepatitis B menjadi jenis paling banyak ditemukan, diikuti oleh hepatitis C. Penularan utamanya terjadi secara perinatal, dari ibu ke bayi saat persalinan. Masalah kian rumit karena cakupan vaksinasi hepatitis masih belum merata, terutama di daerah terpencil.

Selain pada anak, kelompok usia produktif (20–49 tahun) juga memiliki risiko tinggi akibat hubungan seksual tidak aman, transfusi darah, atau penggunaan jarum suntik tidak steril. Sementara pada lansia, hepatitis sering muncul akibat konsumsi obat jangka panjang dan penurunan fungsi hati.

Meski banyak yang menganggap hepatitis tak bisa disembuhkan, faktanya berbeda. Hepatitis A dan E dapat pulih total, hepatitis B bisa dikontrol dengan terapi antiviral, sementara hepatitis C kini dapat disembuhkan lebih dari 95% melalui obat generasi baru.

Perkembangan teknologi medis, seperti obat antiviral TAF dan DAA, vaksin berbasis DNA dan mRNA, hingga rapid test dan PCR portable, mulai memperluas akses deteksi dini. Namun, dr. Ahmar menilai teknologi saja tidak cukup.

“Tanpa kebijakan publik yang proaktif dan edukasi masyarakat, kasus hepatitis akan terus meningkat,” tegasnya.

Pemerintah diharapkan memperluas vaksinasi hepatitis B bagi bayi baru lahir, menyediakan skrining gratis bagi kelompok berisiko tinggi, serta memperkuat pelatihan tenaga kesehatan di daerah.

Hepatitis bukan sekadar penyakit, melainkan ujian kesadaran kolektif. Ketika gejalanya muncul, bisa jadi sudah terlambat. Maka, jangan tunggu kuning—lakukan tes, edukasi keluarga, dan jaga fungsi hati untuk masa depan yang lebih sehat.

Editor : Rico

Nasional
Berita Populer
Berita Terbaru