The Indonesia Times, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI, Wisnu Wijaya, mengungkapkan adanya indikasi pelanggaran peraturan terkait penambahan kuota haji khusus (ONH Plus) yang dilakukan oleh Kementerian Agama.
Kementerian Agama diduga mengubah kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680 secara sepihak.
"Dengan kata lain, jatah kuota haji reguler berkurang sebanyak 8.400 karena dialihkan untuk jemaah haji khusus," kata Wisnu dalam pernyataan tertulis pada Selasa (18/6/2024).
Wisnu menjelaskan bahwa Kementerian Agama diduga melanggar Undang-undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, khususnya Pasal 64 Ayat (2) yang menyatakan kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
"Artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000, maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280," tambah Wisnu.
Wisnu menyoroti bahwa Kementerian Agama tidak melibatkan Komisi VIII DPR dalam perubahan alokasi kuota haji yang tidak sesuai dengan kesepakatan rapat. “Tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami sebelumnya, sehingga kami nilai tindakan ini ilegal,” tegasnya.
Meskipun perubahan kuota dilakukan berdasarkan kebijakan otoritas Arab Saudi yang disampaikan melalui sistem E-Hajj, indikasi pelanggaran tersebut tetap terjadi.
Ia menyayangkan sikap Kementerian Agama yang mengabaikan hasil rapat dengan DPR dan tetap menyetujui MoU dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Januari 2024, yang menetapkan kuota haji sebelum adanya perubahan sepihak.
Anggota DPR dari Dapil Jateng 1 itu mengatakan bahwa akibat keputusan sepihak tersebut, sebanyak 8.400 jemaah haji reguler kehilangan kesempatan untuk menunaikan haji pada tahun 1445H/2024M karena kuotanya dialihkan kepada jemaah haji khusus.
“Jika pemerintah serius untuk mempercepat daftar tunggu antrean jemaah haji reguler, seharusnya mereka bisa proaktif melobi kebijakan alokasi penambahan kuota haji bagi Indonesia dari Saudi sebelum menandatangani MoU, agar sesuai dengan hasil rapat panja yang mengacu pada peraturan perundang-undangan," ujarnya.
"Bukan justru bersikap pasif, seakan tidak berdaya, bahkan terkesan lempar tanggung jawab ke otoritas Saudi saat DPR dan publik mempertanyakan,” tandas Wisnu.